Di Dalam Dunia Hukum, menyampaikan pendapat menjadi hal yang tidak asing bagi para praktisi, mahasiswa, sarjana atau pemerhati hukum. hal ini mungkin jadi rutinitas, karena sedikit banyaknya argumentasi akan selalu dibutuhkan dalam dunia hukum. Dengan label sebagai pemerhati/lulusan sarjana hukum banyak yang beragumentasi dengan persepsi, asumsi atau dalil yang menurutnya layak disampaikan, padahal belum tentu argumentasi tersebut sudah tepat karena tak jarang justru konstruksi berpikirnya masih keliru sehingga konklusi yang diambil pun tidak concern pada isu atau topik yang sedang dibahas. Sebelum dibahas lebih lanjut, disini saya tidak akan membahas selain definisi argumentasi. Jadi cukup jelas bahwa argumentasi mengenyampingkan makna rasionalitas dibanding pendapat ataupun Ngeles (istilah umum yang praktiknya selalu diratifikasi)
Selain itu perlu juga diketahui secara umum bahwa jaminan keshahihan ARgumentasi hukum itu timbul dari relevansi logika dan penalaran hukum.
Lalu bagaimana sebetulnya argumentasi hukum yang layak diterima dan mudah dimengerti oleh lawan bicara?
Sebentar, anda harus paham dan mengenal lebih dulu prinsip dasar dari argumentasi, menurut Philipus M Hadjon tanpa argumentasi tidak ada rasionalitas, artinya cukup sederhana yaitu tidak setiap argumentasi itu rasional. Tetapi bagi saya agak sulit menentukan sebuah argumentasi itu rasional atau tidak jika kita tidak mengetahui kriterianya.J13R
Sedikit saya sadur beberapa referensi terkait kriteria argumentasi.J13R. Menurut Dr.Hamzah Halim, suatu argumentasi dikatakan rasional apabila meliputi tiga kriteria :
- Bentuk Argumentasi (de vorm van de argumentatie)
- Susbtansi atau isi argumentasi (de inhould van de argumentatie)
- Prosedur atau hukum acara.
Sekilas menurut saya 3 kriteria tersebut kadang tidak terlihat seutuhnya dalam suatu argumentasi, tentu tidak etis jika menjudge lawan bicara bahwa argumentasinya keliru atau konstruksi berpikirnya tida tepatt ketika mereka berargumentasi, jadi mungkin hanya 1 kriteria saja yang bisa diketahui pada saat lawan bicara menyampaikan argumentasinya. Namun bagaimanapun 3 kriteria itu harus terpenuhi jika ingin beragumentasi hukum yang ideal.
Kriteria Pertama mengenai bentuk dari argumentasi, dimana yang seyogyanya sering digunakan adalah argumentasi dengan penalaran deduksi. Penalaran deduksi didasarkan pada generalisasi pengetahuan atau pengalaman yang sudah kita miliki. Berdasarkan pengetahuan atau pengalaman yang kita miliki tersebut, kemudian kita tentukan rumusan atau kesimpulan atas pengetahuan atau pengalaman baru. Sederhananya begini, induksi itu proses penarikan kesimpulan universal berdasarkan pengalaman, data, fakta atau pengetahuan terbatas sebagai premis yang kita miliki. Sedangkan penalaran deduksi merupakan penarikan kesimpulan yang bertolak dari proposisi universal sebagai premis untuk sampai pada konklusi atau kesimpulan berupa proposisi universal, particular atau singular.J13R
Penalaran induksi (penarikan kesimpulan dari keadaan yang khusus untuk menemukan keadaan yang umum) dari hal umum memiliki alur silogisme yang terdiri dari premis mayor, premis minor dan konklusi. Contohnya sebagai berikut :
Premis mayor : Mengubah status pekerja tetap menjadi pekerja tidak tetap adalah melanggar hukum.
Premis minor : PT Angin Ribut Badai telah mengubah status pekerja tetap menjadi tidak tetap
Konklusi : PT Angin Ribut Badai telah melanggar hukum.
Sedangkan J13R Penalaran Deduksi (penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum untuk menemukan keadaan yang khusus) memiliki silogisme yang terdiri dari premis mayor, premis minor dan konklusi. Contohnya sebagai berikut :
Premis Mayor : semua manusia hidup suatu saat pasti akan meninggal
Premis Minor : Karyawan PT X merupakan manusia hidup
Konklusi : Karyawan PT X pasti akan meninggal.
Mengenai Penalaran Induksi dan Deduksi ini akan saya jelaskan lebih mendalam dalam artikel terpisah supaya focus kita saat ini hanya mengenal argumentasi hukum saja.
Kemudian terkait kriteria kedua terkait substansi dari argumentasi tersebut harus melihat pada substansi terkait teori tentang Logical fallacy. Jumlahnya tidak begitu pasti karena banyaknya referensi yang memiliki persepsi yang luas namun rata-rata logical fallacy itu memiliki kesamaan. J13R. Salah satunya yaitu Argumentum ad Misericodiam, dimana suatu argumentasi yang diberikan hanya karena adanya rasa belas kasihan, jika argumentum ini digunakan untuk memohon keringanan sanksi atau keringanan belas kasihan dari lawan bicara maka argumentasi ini dikategorikan sesat.
Terakhir terkait kriteria ketiga tentang prosedur atau hukum acara, J13R disini argumentasi yang kita sampaikan harus memperhatikan prosedur tiap ilmu hukum yang berlaku, misalnya prosedur hukum beracara pada ilmu hukum perdata tentu berbeda dengan prosedur pada ilmu hukum pidana.artinya prosedur atau hukum acara di dalam argumentasi yang disampaikan harus selaras/sejalan dengan substansinya agar tidak menimbulkan kesesatan logika.
Nah, bagi saya pribadi 3 kriteria diatas bisa digunakan dalam berargumentasi hukum, ya setidaknya itu menjadi kriteria minimal yang harus diterapkan namun bukan berarti hanya metode itu yang baku, sebetulnya kita juga bisa menggunakan metode/struktur argumentasi yang menurut hemat kita justru sederhana. Untuk kondisi yang sederhana, dimana yang dibutuhkan hanya penjelasan maka terkadang saya sendiri langsung menggunakan silogisme induktif dan atau silogisme deduktif, penggunaanya juga tergantung pada kondisi dimana argumentasi hukum itu disampaikan, jika lawan bicara hanya membutuhkan dasar hukum dari suatu isu/permasalahan maka kita bisa menggunakan silogisme induktif (penalaran dari hal khusus ke umum) begitupun sebaliknya jika lawan bicara membutuhkan penjelasan yang umum terlebih dahulu maka kita bisa menggunakan silogisme deduktif.
Itu sedikit penjelasan dari referensi yang saya dapat dengan gabungan hasil olah pikir saya pribadi, silahkan menggunakan referensi lain yang mungkin bisa menambahkan substansi artikel ini. Jika terdapat hal yang perlu dibahas lebih lanjut jangan ragu untuk berdiskusi bersama kami.
www.jusyahriz.co.id